Jumat, 03 Juli 2009

Kenakalan Remaja



Kenakalan remaja dapat ditimbulkan oleh beberapa hal, sebagian di antaranya adalah:
1. PENGARUH KAWAN SEPERMAINAN
Di kalangan remaja, memiliki banyak kawan adalah merupakan satu bentuk prestasi tersendiri. Makin banyak kawan, makin tinggi nilai mereka di mata teman-temannya. Apalagi mereka dapat memiliki teman dari kalangan terbatas. Misalnya, anak orang yang paling kaya di kota itu, anak pejabat pemerintah setempat bahkan mungkin pusat atau pun anak orang terpandang lainnya. Di jaman sekarang, pengaruh kawan bermain ini bukan hanya membanggakan si remaja saja tetapi bahkan juga pada orangtuanya. Orangtua juga senang dan bangga kalau anaknya mempunyai teman bergaul dari kalangan tertentu tersebut. Padahal, kebanggaan ini adalah semu sifatnya. Malah kalau tidak dapat dikendalikan, pergaulan itu akan menimbulkan kekecewaan nantinya. Sebab kawan dari kalangan tertentu pasti juga mempunyai gaya hidup yang tertentu pula. Apabila si anak akan berusaha mengikuti tetapi tidak mempunyai modal ataupun orangtua tidak mampu memenuhinya maka anak akan menjadi frustrasi. Apabila timbul frustrasi, maka remaja kemudian akan melarikan rasa kekecewaannya itu pada narkotik, obat terlarang, dan lain sebagainya.Pengaruh kawan ini memang cukup besar. Dalam Mangala Sutta, Sang Buddha bersabda: “Tak bergaul dengan orang tak bijaksana, bergaul dengan mereka yang bijaksana, itulah Berkah Utama”. Pengaruh kawan sering diumpamakan sebagai segumpal daging busuk apabila dibungkus dengan selembar daun maka daun itupun akan berbau busuk. Sedangkan bila sebatang kayu cendana dibungkus dengan selembar kertas, kertas itu pun akan wangi baunya. Perumpamaan ini menunjukkan sedemikian besarnya pengaruh pergaulan dalam membentuk watak dan kepribadian seseorang ketika remaja, khususnya. Oleh karena itu, orangtua para remaja hendaknya berhati-hati dan bijaksana dalam memberikan kesempatan anaknya bergaul. Jangan biarkan anak bergaul dengan kawan-kawan yang tidak benar. Memiliki teman bergaul yang tidak sesuai, anak di kemudian hari akan banyak menimbulkan masalah bagi orangtuanya.
Untuk menghindari masalah yang akan timbul akibat pergaulan, selain mengarahkan untuk mempunyai teman bergaul yang sesuai, orangtua hendaknya juga memberikan kesibukan dan mempercayakan sebagian tanggung jawab rumah tangga kepada si remaja. Pemberian tanggung jawab ini hendaknya tidak dengan pemaksaan maupun mengada-ada. Berilah pengertian yang jelas dahulu, sekaligus berilah teladan pula. Sebab dengan memberikan tanggung jawab dalam rumah akan dapat mengurangi waktu anak ‘kluyuran’ tidak karuan dan sekaligus dapat melatih anak mengetahui tugas dan kewajiban serta tanggung jawab dalam rumah tangga. Mereka dilatih untuk disiplin serta mampu memecahkan masalah sehari-hari. Mereka dididik untuk mandiri. Selain itu, berilah pengarahan kepada mereka tentang batasan teman yang baik.
Dalam Digha Nikaya III, 188, Sang Buddha memberikan petunjuk tentang kriteria teman baik yaitu mereka yang memberikan perlindungan apabila kita kurang hati-hati, menjaga barang-barang dan harta kita apabila kita lengah, memberikan perlindungan apabila kita berada dalam bahaya, tidak pergi meninggalkan kita apabila kita sedang dalam bahaya dan kesulitan, dan membantu sanak keluarga kita.
Sebaliknya, dalam Digha Nikaya III, 182 diterangkan pula kriteria teman yang tidak baik. Mereka adalah teman yang akan mendorong seseorang untuk menjadi penjudi, orang yang tidak bermoral, pemabuk, penipu, dan pelanggar hukum.
2. PENDIDIKAN
Memberikan pendidikan yang sesuai adalah merupakan salah satu tugas orangtua kepada anak seperti yang telah diterangkan oleh Sang Buddha dalam Digha Nikaya III, 188. Agar anak dapat memperoleh pendidikan yang sesuai, pilihkanlah sekolah yang bermutu. Selain itu, perlu dipikirkan pula latar belakang agama pengelola sekolah. Hal ini penting untuk menjaga agar pendidikan Agama Buddha yang telah diperoleh anak di rumah tidak kacau dengan agama yang diajarkan di sekolah. Berilah pengertian yang benar tentang adanya beberapa agama di dunia. Berilah pengertian yang baik dan bebas dari kebencian tentang alasan orangtua memilih agama Buddha serta alasan seorang anak harus mengikuti agama orangtua, Agama Buddha.Ketika anak telah berusia 17 tahun atau 18 tahun yang merupakan akhir masa remaja, anak mulai akan memilih perguruan tinggi. Orangtua hendaknya membantu memberikan pengarahan agar masa depan si anak berbahagia. Arahkanlah agar anak memilih jurusan sesuai dengan kesenangan dan bakat anak, bukan semata-mata karena kesenangan orang tua. Masih sering terjadi dalam masyarakat, orangtua yang memaksakan kehendaknya agar di masa depan anaknya memilih profesi tertentu yang sesuai dengan keinginan orangtua. Pemaksaan ini tidak jarang justru akan berakhir dengan kekecewaan. Sebab, meski memang ada sebagian anak yang berhasil mengikuti kehendak orangtuanya tersebut, tetapi tidak sedikit pula yang kurang berhasil dan kemudian menjadi kecewa, frustrasi dan akhirnya tidak ingin bersekolah sama sekali. Mereka malah pergi bersama dengan kawan-kawannya, bersenang-senang tanpa mengenal waktu bahkan mungkin kemudian menjadi salah satu pengguna obat-obat terlarang.
Anak pasti juga mempunyai hobi tertentu. Seperti yang telah disinggung di atas, biarkanlah anak memilih jurusan sekolah yang sesuai dengan kesenangan ataupun bakat dan hobi si anak. Tetapi bila anak tersebut tidak ingin bersekolah yang sesuai dengan hobinya, maka berilah pengertian kepadanya bahwa tugas utamanya adalah bersekolah sesuai dengan pilihannya, sedangkan hobi adalah kegiatan sampingan yang boleh dilakukan bila tugas utama telah selesai dikerjakan.
3. PENGGUNAAN WAKTU LUANG
Kegiatan di masa remaja sering hanya berkisar pada kegiatan sekolah dan seputar usaha menyelesaikan urusan di rumah, selain itu mereka bebas, tidak ada kegiatan. Apabila waktu luang tanpa kegiatan ini terlalu banyak, pada si remaja akan timbul gagasan untuk mengisi waktu luangnya dengan berbagai bentuk kegiatan. Apabila si remaja melakukan kegiatan yang positif, hal ini tidak akan menimbulkan masalah. Namun, jika ia melakukan kegiatan yang negatif maka lingkungan dapat terganggu. Seringkali perbuatan negatif ini hanya terdorong rasa iseng saja. Tindakan iseng ini selain untuk mengisi waktu juga tidak jarang dipergunakan para remaja untuk menarik perhatian lingkungannya. Perhatian yang diharapkan dapat berasal dari orangtuanya maupun kawan sepermainannya. Celakanya, kawan sebaya sering menganggap iseng berbahaya adalah salah satu bentuk pamer sifat jagoan yang sangat membanggakan. Misalnya, ngebut tanpa lampu dimalam hari, mencuri, merusak, minum minuman keras, obat bius, dan sebagainya.Munculnya kegiatan iseng tersebut selain atas inisiatif si remaja sendiri, sering pula karena dorongan teman sepergaulan yang kurang sesuai. Sebab dalam masyarakat, pada umunya apabila seseorang tidak mengikuti gaya hidup anggota kelompoknya maka ia akan dijauhi oleh lingkungannya. Tindakan pengasingan ini jelas tidak mengenakkan hati si remaja, akhirnya mereka terpaksa mengikuti tindakan kawan-kawannya. Akhirnya ia terjerumus. Tersesat.
Oleh karena itu, orangtua hendaknya memberikan pengarahan yang berdasarkan cinta kasih bahwa sikap iseng negatif seperti itu akan merugikan dirinya sendiri, orangtua, maupun lingkungannya. Dalam memberikan pengarahan, orangtua hendaknya hanya membatasi keisengan mereka. Jangan terlalu ikut campur dengan urusan remaja. Ada kemungkinan, keisengan remaja adalah semacam ‘refreshing’ atas kejenuhannya dengan urusan tugas-tugas sekolah. Dan apabila anak senang berkelahi, orangtua dapat memberikan penyaluran dengan mengikutkannya pada satu kelompok olahraga beladiri.
Mengisi waktu luang selain diserahkan kepada kebijaksanaan remaja, ada baiknya pula orangtua ikut memikirkannya pula. Orangtua hendaknya jangan hanya tersita oleh kesibukan sehari-hari. Orangtua hendaknya tidak hanya memenuhi kebutuhan materi remaja saja. Orangtua hendaknya juga memperhatikan perkembangan batinnya. Remaja, selain membutuhkan materi, sebenarnya juga membutuhkan perhatian dan kasih sayang. Oleh karena itu, waktu luang yang dimiliki remaja dapat diisi dengan kegiatan keluarga sekaligus sebagai sarana rekreasi. Kegiatan keluarga ini hendaknya dapat diikuti oleh seluruh anggota keluarga. Kegiatan keluarga dapat berupa pembacaan Paritta bersama di Cetiya dalam rumah ataupun melakukan berbagai bentuk permainan bersama, misalnya scrabble, monopoli, dan lain sebagainya. Kegiatan keluarga dapat pula berupa tukar pikiran dan berbicara dari hati ke hati. Misalnya, dengan makan malam bersama atau duduk santai di ruang keluarga. Pada hari Minggu seluruh anggota keluarga dapat diajak kebaktian di Vihãra setempat. Mengikuti kebaktian, selain memperbaiki pola pikir agar lebih positif sesuai dengan Buddha Dhamma juga dapat menjadi sarana rekreasi. Hal ini dapat terjadi karena di Vihãra kita dapat berjumpa dengan banyak teman dan juga dapat berdiskusi Dhamma dengan para Bhikkhu maupun pandita yang dijumpai. Selain itu, dihari libur, seluruh anggota keluarga dapat bersama-sama pergi berenang, jalan-jalan ke taman ria atau mal, dan lain sebagainya.
4. UANG SAKU
Orangtua hendaknya memberikan teladan untuk menanamkan pengertian bahwa uang hanya dapat diperoleh dengan kerja dan keringat. Remaja hendaknya dididik agar dapat menghargai nilai uang. Mereka dilatih agar mempunyai sifat tidak suka memboroskan uang tetapi juga tidak terlalu kikir. Anak diajarkan hidup dengan bijaksana dalam mempergunakan uang dengan selalu menggunakan prinsip hidup ‘Jalan tengah’ seperti yang diajarkan oleh Sang Buddha.Ajarkan pula anak untuk mempunyai kebiasaan menabung sebagian dari uang sakunya. Menabung bukanlah pengembangan watak kikir, melainkan sebagai bentuk menghargai uang yang didapat dengan kerja dan semangat.
Pemberian uang saku kepada remaja memang tidak dapat dihindarkan. Namun, sebaiknya uang saku diberikan dengan dasar kebijaksanaan. Jangan berlebihan. Uang saku yang diberikan dengan tidak bijaksana akan dapat menimbulkan masalah. Yaitu:
1. Anak menjadi boros
2. Anak tidak menghargai uang, dan
3. Anak malas belajar, sebab mereka pikir tanpa kepandaian pun uang gampang.

5. PERILAKU SEKSUAL
Pada saat ini, kebebasan bergaul sudah sampai pada tingkat yang menguatirkan. Para remaja dengan bebas dapat bergaul antar jenis. Tidak jarang dijumpai pemandangan di tempat-tempat umum, para remaja saling berangkulan mesra tanpa memperdulikan masyarakat sekitarnya. Mereka sudah mengenal istilah pacaran sejak awal masa remaja. Pacar, bagi mereka, merupakan salah satu bentuk gengsi yang membanggakan. Akibatnya, di kalangan remaja kemudian terjadi persaingan untuk mendapatkan pacar. Pengertian pacaran dalam era globalisasi informasi ini sudah sangat berbeda dengan pengertian pacaran 15 tahun yang lalu. Akibatnya, di jaman ini banyak remaja yang putus sekolah karena hamil. Oleh karena itu, dalam masa pacaran, anak hendaknya diberi pengarahan tentang idealisme dan kenyataan. Anak hendaknya ditumbuhkan kesadaran bahwa kenyataan sering tidak seperti harapan kita, sebaliknya harapan tidak selalu menjadi kenyataan. Demikian pula dengan pacaran. Keindahan dan kehangatan masa pacaran sesungguhnya tidak akan terus berlangsung selamanya.Dalam memberikan pengarahan dan pengawasan terhadap remaja yang sedang jatuh cinta, orangtua hendaknya bersikap seimbang, seimbang antar pengawasan dengan kebebasan. Semakin muda usia anak, semakin ketat pengawasan yang diberikan tetapi anak harus banyak diberi pengertian agar mereka tidak ketakutan dengan orangtua yang dapat menyebabkan mereka berpacaran dengan sembunyi-sembunyi. Apabila usia makin meningkat, orangtua dapat memberi lebih banyak kebebasan kepada anak. Namun, tetap harus dijaga agar mereka tidak salah jalan. Menyesali kesalahan yang telah dilakukan sesungguhnya kurang bermanfaat.
Penyelesaian masalah dalam pacaran membutuhkan kerja sama orangtua dengan anak. Misalnya, ketika orangtua tidak setuju dengan pacar pilihan si anak. Ketidaksetujuan ini hendaknya diutarakan dengan bijaksana. Jangan hanya dengan kekerasan dan kekuasaan. Berilah pengertian sebaik-baiknya. Bila tidak berhasil, gunakanlah pihak ketiga untuk menengahinya. Hal yang paling penting di sini adalah adanya komunikasi dua arah antara orangtua dan anak. Orangtua hendaknya menjadi sahabat anak. Orangtua hendaknya selalu menjalin dan menjaga komunikasi dua arah dengan sebaik-baiknya sehingga anak tidak merasa takut menyampaikan masalahnya kepada orangtua.
Dalam menghadapi masalah pergaulan bebas antar jenis di masa kini, orangtua hendaknya memberikan bimbingan pendidikan seksual secara terbuka, sabar, dan bijaksana kepada para remaja. Remaja hendaknya diberi pengarahan tentang kematangan seksual serta segala akibat baik dan buruk dari adanya kematangan seksual. Orangtua hendaknya memberikan teladan dalam menekankan bimbingan serta pelaksanaan latihan kemoralan yang sesuai dengan Buddha Dhamma. Sang Buddha telah memberikan pedoman untuk bergaul yang tentunya juga sesuai untuk pegangan hidup para remaja. Mereka hendaknya dididik selalu ingat dan melaksanakan Pancasila Buddhis. Pancasila Buddhis atau lima latihan kemoralan ini adalah latihan untuk menghindari pembunuhan, pencurian, pelanggaran kesusilaan, kebohongan, dan mabuk-mabukan. Dengan memiliki latihan kemoralan yang kuat, remaja akan lebih mudah menentukan sikap dalam bergaul. Mereka akan mempunyai pedoman yang jelas tentang perbuatan yang boleh dilakukan dan perbuatan yang tidak boleh dikerjakan. Dengan demikian, mereka akan menghindari perbuatan yang tidak boleh dilakukan dan melaksanakan perbuatan yang harus dilakukan.
• kesehatan remaja
YenniYoWed, 2008-06-11 11:35
Jaman sekarang, sering kali kita mendengarbanyak remaja-remaja yang terlibat dalam kenakalan remaja, seperti perkelahian,narkoba, sex bebas sampai masalah paling parah, seperti tindakan kriminal. Pernahkahkita menyadari bahwa kenakalan yang ditimbulkan oleh para remaja, selain adalahtanggung jawab dari remaja itu sendiri, juga merupakan tanggung jawab orang-orangdan lingkungan di sekitar mereka?
Banyak faktoryang menjadi pencetus dari kenakalan remaja. Salah satu yang akan dibahas ini adalah kenakalanremaja yang berkaitan dengan keluarga. Keluarga merupakan sosialisasi manusia yang terjadi pertama kali sejak lahir hinggaperkembangannya menjadi dewasa. Itulah sebabnya sebelum berlanjut kepadakenakalan remaja yang disebabkan oleh faktor yang lebih banyak lagi maka akanlebih baik kita mulai memperhatikan dari permasalahan yang paling mendasaryaitu keluarga.
Keluarga dapat dibagi menjadibermacam-macam, seperti keluarga inti, keluarga besar, dan lain-lain. Tetapidalam bayangan kita, lebih sering kita mendeskripsikan keluarga dengan gambarankeluarga inti yaitu keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan saudara kandung. Secaraidealnya, keluarga adalah ayah dan ibu yang bersatu dan bahu membahu dalammendidik dan membimbing anaknya dalam masa pertumbuhan dan perkembangan. Ayahdan ibu adalah panutan anak sejak kecil hingga remaja dan hal tersebut akan berlangsungterus menerus sampai mereka memiliki anak lagi dan berlanjut terus seperti ini.Peran keluarga sangat penting bagi sosialisasi anak dimasa perkembangannya.Berikut adalah peran keluarga :
Keluarga merupakan kelompokterkecil dimana anggotanya berinteraksi secara tetap.
Terdapat hubungan emosional yang kuatantara orangtua dan anak.
Hubungan sosial yang terjadirelatif tetap.
Berdasarkanteori perkembangan fisik, remaja dibagi menjadi remaja awal dan remaja akhir.Remaja awal dimulai dari usia 13-17 tahun sedangkan remaja akhir dimulai dari usia18-19 tahun. Yang disebut sebagai kenakalan remaja adalah kenakalan yangterjadi pada kategori umur remaja, dimana remaja melanggar norma-norma baik,terutama norma hukum dan norma sosial.
Gejala-gejalayang dapat dilihat pada anak yang mengalami kenakalan remaja adalah :
1. Anak tidak disukai teman-temannyasehingga bersikap menyendiri.
2. Anak sering menghindar dari tanggungjawab mereka di rumah dan di sekolah.
3. Anak sering mengeluh kalau merekamemiliki permasalahan yang mereka sendiri tidak bisa selesaikan.
4. Anak mengalami phobia atau gelisahyang berbeda dengan orang-orang normal.
5. Anak jadi suka berbohong.
6. Anak suka menyakititeman-temannya.
7. Anak tidak sanggup memusatkanperhatian.
Pengaruh keluarga terhadapkenakalan remaja bisa disebabkan dari berbagai hal :
1. Keluarga yang broken home
Keluarga yang broken home bisa digambarkanseperti orangtua yang berpisah, seperti bercerai atau terjadi perang dingindalam keluarga. Pada masa remaja terutama remaja awal merupakan fase dimanateman sebaya sangat penting baginya. Pada periode ini juga sering terbentuk kelompokatau lebih dikenal dengan sebutan gang.Idealisme mereka sangat kuat dan identitas diri mulai terbentuk dengan emosi yanglabil. Dalam fase ini, orangtua sangat berperan dalam mengawasi anak-anaknyadalam bergaul dan menuntun mereka dalam menjalani hidup supaya tidak salahbergaul dengan teman-teman yang dapat menjerumuskan mereka. Keluarga bagaikanvital mereka sebagai pedoman dalam hidup. Bila mereka kehilangan pedoman hidupmereka ini maka mereka akan susah untuk melewati masa kritis dalam hidupmereka. Masa kritis tersebut diwarnai oleh konflik-konflik internal, pemikirankritis, perasaan mudah tersinggung, dan cita-cita serta keinginan yang tinggitetapi sulit untuk diwujudkan sehingga menimbulkan stress dan frustasi. Masalahkeluarga yang broken home ini menjadi akar dari permasalahan anak-anak.Keluarga merupakan dunia keakraban dan didalamnya terdapat tali batin yangmerupakan vital dalam hidup.
2. Pendidikan yang salah
Sikap memanjakan anak-anakmerupakan cinta kasih orangtua yang berlebihan bagi anak-anak. Sering kali halitu disebabkan anak tersebut merupakan anak tunggal atau karena kurangnya perhatianyang didapat oleh orangtuanya dulu sehingga dipuaskan kepada anak-anak mereka. Jugadapat disebabkan oleh rasa bersalah orangtua kepada anak yang disebabkan orangtuaterlalu sibuk dengan pekerjaan atau overactive ataupun penyebab lainnya. Perlukita ingat kembali bahwa keluarga adalah kehidupan dimana seorang anak pertamakali berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan. Oleh sebab itu, pendidikandalam keluarga sangatlah penting untuk menjadi dasar dan arah anak mencapaikedewasaan mereka yang menuntut tanggung jawab. Anak adalah generasi muda yangnantinya akan meneruskan generasi tua sehingga pendidikan sangatlah perlu untukdiperhatikan dan ditekankan.
Pendidikan yang baik tentunyatidak menjadi masalah, tetapi bagaimana dengan pendidikan yang salah? Tentunyapendidikan yang salah akan menjadi masalah nantinya. Terdapat 2 cara mendidikyaitu: cara otoriter dan cara demokratis. Caraotoriter adalah cara mendidik yang lebih ke arah memimpin sedangkan cara demokratis adalah cara mendidikyang lebih ke arah memberikan kebebasan. Tentu saja kedua cara tersebutterdapat kelebihan dan kekurangan. Seorang anak juga perlu diberi pendidikanagama untuk mengarahkan mereka menghindari perbuatan-perbuatan yang tidakterpuji.
Pengendalianuntuk kenakalan remaja dapat dilakukan dengan bersikap preventif dan bersifatrepresif. Anak-anak perlu ditanamkan sikap disiplin oleh orangtua, diberikankasih sayang dan rasa keamanan bagi anak, serta orangtua dapat menjadi sahabatbagi anak. Sebaiknya orangtua tidak bersikap terlalu overprotective. Akantetapi anak perlu diberikan kebebasan untuk memilih apa yang dia suka dan tidakdia suka karena dengan berjalannya waktu, anak juga dituntut untuk bersikapdewasa dan bertanggung jawab terhadap hidup dan pilihan mereka. Oleh sebab itu,orangtua perlu membiasakan diri untuk memberikan pengertian terhadap dirimereka dan percaya kepada anak-anaknya. Tentu saja, orangtua juga tidak bolehmemberikan kebebasan yang berlebihan, tetapi tetap menjadi pengawas dan gurubagi mereka untuk mengarahkan mereka ke jalan yang benar apabila arah merekaterlihat melenceng/tak sesuai.
Orangtua jugadapat terlibat dalam organisasi sosial yang bertujuan menanggulangi kenakalanremaja. Dengan banyak ikut serta dan mengenal kehidupan remaja, orangtua dapat menjadisahabat yang baik bagi anak-anaknya serta dapat menjadi tempat berkeluh kesahdan menjadi sesepuh bagi sang anak. Dengan menanamkan arti kepercayaan, hubungancinta dan rasa tenteram dalam keluarga antara anak dan orangtua akan tercipta, sertaakhirnya bisa turut mengurangi kenakalan remaja.
Ingatlahselalu bahwa generasi muda adalah penerus bangsa dan negara. Tentu saja biladisuruh memilih, semua ingin menjadi anak yang memiliki nilai yang tinggi bagidiri sendiri, keluarga, masyarakat, dan negara. Bagi generasi muda, apakah kitamau menjadi anak yang dihargai oleh orang lain atau anak yang dinilai nakal sehinggasering dimarahi? INGAT!! Pilihan hidup ada di tangan kita sendiri danjalan hidup akan dijalankan oleh kita sendiri juga. Oleh sebab itu, janganlah sampaisalah langkah.
Daftar Pustaka :
Dr.dharmady agus, SpKJ. 2003. Siklus kehidupan dan perkembangan individu. Jakarta: Fakultaskedokteran universitas katolik atmajaya.
Kenakalan Remaja Atau Kenakalan Orang Tua

Akhir-akhir ini fenomena kenakalan remaja makin meluas. Bahkan hal ini sudah terjadi sejak dulu. Para pakar psikolog selalu mengupas masalah yang tak pernah habis-habisnya ini. Kenakalan Remaja, seperti sebuah lingkaran hitam yang tak pernah putus. Sambung menyambung dari waktu ke waktu, dari masa ke masa, dari tahun ke tahun dan bahkan dari hari ke hari semakin rumit. Masalah kenalan remaja merupakan masalah yang kompleks terjadi di berbagai kota di Indonesia. Sejalan dengan arus modernisasi dan teknologi yang semakin berkembang, maka arus hubungan antar kota-kota besar dan daerah semkain lancar, cepat dan mudah. Dunia teknologi yang semakin canggih, disamping memudahkan dalam mengetahui berbagai informasi di berbagai media, disisi lain juga membawa suatu dampak negatif yang cukup meluas diberbagai lapisan masyarakat.

Kenakalan remaja biasanya dilakukan oleh remaja-remaja yang gagal dalam menjalani proses-proses perkembangan jiwanya, baik pada saat remaja maupun pada masa kanak-kanaknya. Masa kanak-kanak dan masa remaja berlangsung begitu singkat, dengan perkembangan fisik, psikis, dan emosi yang begitu cepat. Secara psikologis, kenakalan remaja merupakan wujud dari konflik-konflik yang tidak terselesaikan dengan baik pada masa kanak-kanak maupun remaja para pelakunya. Seringkali didapati bahwa ada trauma dalam masa lalunya, perlakuan kasar dan tidak menyenangkan dari lingkungannya, maupun trauma terhadap kondisi lingkungannya, seperti kondisi ekonomi yang membuatnya merasa rendah diri.

Mengatasi kenakalan remaja, berarti menata kembali emosi remaja yang tercabik-cabik itu. Emosi dan perasaan mereka rusak karena merasa ditolak oleh keluarga, orang tua, teman-teman, maupun lingkungannya sejak kecil, dan gagalnya proses perkembangan jiwa remaja tersebut. Trauma-trauma dalam hidupnya harus diselesaikan, konflik-konflik psikologis yang menggantung harus diselesaikan, dan mereka harus diberi lingkungan yang berbeda dari lingkungan sebelumnya. Pertanyaannya : tugas siapa itu semua ? Orang tua-kah ? Sedangkan orang tua sudah terlalu pusing memikirkan masalah pekerjaan dan beban hidup lainnya. Saudaranya-kah ? Mereka juga punya masalah sendiri, bahkan mungkin mereka juga memiliki masalah yang sama. Pemerintah-kah ? Atau siapa ? Tidak gampang untuk menjawabnya. Tetapi, memberikan lingkungan yang baik sejak dini, disertai pemahaman akan perkembangan anak-anak kita dengan baik, akan banyak membantu mengurangi kenakalan remaja. Minimal tidak menambah jumlah kasus yang ada." (sumber Whandi.net/1 jan 1970).

Kenakalan remaja, merupakan salah si anak? atau orang tua? Karena ternyata banyak orang tua yang tidak dapat berperan sebagai orang tua yang seharusnya. Mereka hanya menyediakan materi dan sarana serta fasilitas bagi si anak tanpa memikirkan kebutuhan batinnya. Orang tua juga sering menuntut banyak hal tetapi lupa untuk memberikan contoh yang baik bagi si anak. Sebenarnya kita melupakan sesuatu ketika berbicara masalah kenakalan remaja, yaitu hukum kausalitas. Sebab, dari kenakalan seorang remaja selalu dikristalkan menuju faktor eksternal lingkungan yang jarang memerhatikan faktor terdekat dari lingkungan remaja tersebut dalam hal ini orangtua. Kita selalu menilai bahwa banyak kasus kenakalan remaja terjadi karena lingkungan pergaulan yang kurang baik, seperti pengaruh teman yang tidak benar, pengaruh media massa, sampai pada lemahnya iman seseorang.

Ketika kita berbicara mengenai iman, kita mempersoalkan nilai dan biasanya melupakan sesuatu, yaitu pengaruh orangtua. Didikan orangtua yang salah bisa saja menjadi faktor sosiopsikologis utama dari timbulnya kenakalan pada diri seorang remaja. Apalagi jika kasus negatif menyerang orangtua si remaja, seperti perselingkuhan, perceraian, dan pembagian harta gono-gini. Mungkin kita perlu mengambil istilah baru, kenakalan orangtua.

Orang tua, sering lupa bahwa prilakunya berakibat pada anak-anaknya. Karena kehidupan ini tidak lepas dari contek-menyontek prilaku yang pernah ada. Bisa juga karena ada pembiaran terhadap perilaku yang mengarah pada kesalahan, sehingga yang salah menjadi kebiasaan. Para orang tua jangan berharap anaknya menjadi baik, jika orang tuanya sendiri belum menjadi baik. Sebenarnya nurani generasai ingin menghimbau “Jangan ajari kami selingkuh, jangan ajari kami ngomong jorok, tidak jujur, malas belajar, malas beribadah, terlalu mencintai harta belebihan dan lupa kepada Sang Pencipta, yaitu Allah.”

Tulisan ini mencoba mengajak merenung bagi kita para orangtua, bahwa kenakalan tak selalu identik dengan remaja, tapi justru banyak kenakalan yang dilakukan oleh para orangtua (di rumah, di masyarakat, dan di pemerintahan) yang akhirnya juga menjadi inspirasi remaja untuk berbuat nakal. Menyedihkan memang! (sumber O. Solihin)

Kenakalan orangtua dalam ikatan keluarga

Contohnya seperti :

Suka berkata-kata kasar, suka menghujat atau memaki, mengajari anak untuk melakukan perlawanan ketika anak diganggu orang lain, suka menyakiti anak secara fisik dan psikis, merokok seenaknya di depan anak-anak, dl (masalah akhlak).

Mengabaikan pelaksanaan syariat, sholat misalnya, banyak juga kita orang tua yang mengabaikan sholat, melalaikan sholat, bahkan tidak pernah sholat, membiarkan anak-anak gadisnya tidak menutup aurat, membiarkan anak-anaknya bergaul bebas (pacaran), membiarkan anak-anaknya minum-minuman keras, dll.


Kenakalan orangtua di masyarakat

Contohnya seperti :

Menciptakan suasana yang tidak produktif (bapak-bapaknya), misalnya waktu pagi, siang dan malam suka nongkrong sambil main gaple, atau main catur, walau tidak pakai uang, ini sama saja artinya tidak menjaga kehormatan diri, apalagi kehormatan keluarganya (istri dan anak-anaknya)? Sedangkan yang ibu-ibunya suka ngumpul sambil berghibah atau memfitnah, menghambur-hamburkan uang dengan gaya hidup yang konsumtif yaitu belanja di mall atau supermarket, bergaya hidup mewah.
Menyediakan sarana kemaksiatan, ini misalnya, jadi bandar narkoba, jadi bandar judi, menyediakan tempat hiburan (diskotik).

Pendidik yang lalai, ini bisa kita lihat di sekolah atau di kampus, padahal lembaga pendidikan adalah tempat yang aman untuk menimba ilmu pengetahuan atau belajar, tapi kenyataannya banyak pendidik yang memberikan contoh yang tidak baik terhadap anak didiknya, misalnya melakukan perbuatan asusila, menganiaya anak didiknya secara fisik, menjual ilmu demi keuntungan materi atau sering melakukan dosa pendidikan.
Menjadi pemilik media massa (baik cetak maupun elektronik: koran, majalah, tabloid, radio, televisi, dan juga internet) yang ‘hobi’ menampilkan bacaan, gambar dan tontonan yang merusak akhlak (pornografi, kekerasan, dan seks bebas) yang berlindung atas nama bisnis.

Kenakalan orangtua di pemerintahan
Contohnya seperti :
Suka korupsi, mengambil kebijakan menaikkan biaya pendidikan, menaikkan harga BBM, mahalnya biaya kesehatan, suka membuat janji-janji tapi lalu melupakannya, suka melakukan pungli atau suap menyuap.
Suka melanggengkan kemaksiatan, memberi izin untuk usaha prostitusi/lokalisasi, perjudian, tempat diskotik, pabrik minuman keras, dengan dalih besar pemasukannya.
Menutup mata terhadap problem yang diakibatkan usaha prostitusi, perjudian, narkoba, peredaran minuman keras, diskotik, dll.
Menerapkan aturan kehidupan yang tidak benar dan tidak baik, yakni Kapitalisme-Sekularisme (termasuk juga Sosialisme-Komunisme).

Marilah kita uraikan satu persatu petuah atau nasihat-nasihat yang kita berikan sebagai orangtua kepada anak-anak kita padahal kita melakukan dan tidak melakukannya :

Kita melarang anak kita berbicara kasar, padahal kita sering berkata-kata kasar pada anak kita.

Kita melarang anak kita tawuran atau ringan tangan, padahal kita sering menganiaya mereka anak-anak kita secara fisik, kita suka berkelahi di depan anak-anak kita, suka adu jotos di forum terhormat gedung lembaga legislatif ketika bersidang karena merasa tidak sepaham, yang di saksikan anak-anak kita langsung lewat televisi.

Kita melarang anak kita berbohong atau jujur, padahal sudah berapa kebohongan yang kita ciptakan kepada anak-anak kita.

Kita melarang anak kita mengkonsumsi narkoba, padahal kita sendiri adalah pemakai dan bandar narkoba itu sendiri.

Kita melarang anak kita bergaul bebas atau pacaran, padahal kita sendiri juga melakukan hal yang sama bergaul bebas baik dilingkungan masyarakat, maupun lingkungan kantor yang terkenal dengan nama selingkuh.

Kita melarang anak-anak kita minum-minuman keras dan berjudi, padahal kita adalah bandar judi dan pemilik pabrik menuman keras serta peminum dan penjudi.

Kita melarang anak kita merokok, padahal dirikita sudah sering membakar uang, dengan merokok di depan mata mereka, dan kita juga menjual rokok dan pemilik pabrik rokok.

Kita marah ketika anak kita tidak sholat, atau beribadah, padahal kita suka melalaikan bahkan tidak menunaikan kewajiban sholat.

Kita menghimbau agar anak-anak kita jangan mengkonsumsi tayangan yang pornografi, padahal dirikita sering menonton tayangan, membaca, mengakses situs-situs porno tersebut, bahkan kitalah yang memiliki media cetak, penulis naskah, membeli media-media pornografi tersebut.

Kita melarang anak-anak kita untuk menonton televisi terus menerus, padahal kita pengkonsumsi paling utama siaran televisi sampai tidak tidur.

Kita sering menasehati anak-anak kita untuk tidak berghibah atau memfitnah oranglain, padahal dirikitalah yang suka berghibah dan memfitnah itu.

Kita marah ketika tahu anak-anak kita sering nongkrong dan keluar malam, padahal kita juga melakukan hal yang sama, terkadang waktu shubuh baru pulang ke rumah.

Kita menasehati anak kita agar rajin sekolah, tetapi kita juga malas bekerja, bahkan sering mangkir dari kantor.

Kita mengeluhkan mengapa anak kita malas membaca, padahal kita juga sangat jarang memiliki kebiasaan membaca.

Kita sering mengajari mereka anak-anak kita untuk tidak melawan kepada orangtuanya, padahal kita dulunya juga suka melawan orangtua kita.

Kita marah ketika tahu anak kita suka mencuri, padahal kita sering mencuri uang negara, atau sering mendapatkan rejeki yang tidak halal.


Dan banyak lagi kenakalan-kenakalan yang kita lakukan sebagai orangtua, yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Semoga kita tidak termasuk dan tidak pernah melakukan kenakalan seperti yang diuraikan diatas. Amin. Jadi apa yang salah dengan kenakalan anak atau remaja, tidakkah ia sangat berbanding lurus dengan kenalan kita sebagai orangtua? Wallahu’alam.

Kenakalan Remaja Bukan Pengaruh Pariwisata
Kenakalan remaja terutama dalam penyalahgunaan NAPZA (Narkotika, Alkohol,
Psikotropika dan zat Aditif lainnya) bukan disebabkan oleh pengaruh maupun dampak
dari kegiatan sektor kepariwisataan akan tetapi lebih merupakan trend atau
kecenderungan sosial yang bersifat mengglobal.
Diakuinya bahwa akibat dari pengembangan sektor kepariwisataan terutama di Daerah
dan perkotaan khususnya selama ini belum ditemui secara signifikan adanya
perkembangan penyalahgunaan NAPZA. Yang jelas dampak dari kegiatan pariwisata di
Daerah semakin dikenal masyarakat di dalam maupun di luar negeri. Dan pendapatan
melalui PAD dari pariwisata yang diterima daerah semakin meningkat setiap tahun.
Pengembangan sektor kepariwisataan khususnya di perkotaan lebih diorientasikan pada
wisata hiburan keluarga dengan menyediakan fasilitas wisata yang lengkap berada di
Pusat Rekreasi dan Wisata. Sedang untuk wilayah Daerah orientasi kepariwisataannya
ditujukan pada adventure tourism atau wisata petualangan yang cukup banyak ragam dan
bentuknya.
Dengan orientasi wisata hiburan keluarga dan adventure tourism maka penyalagunaan
NAPZA hampir tidak terdeteksi. Untuk mengantisipasi semakin meluasnya
penyalahgunaan NAPZA adalah dengan lebih selektif dan berhati-hati dalam
menyediakan maupun memberikan izin dalam penyelenggaraan hiburan malam di dalam
perkotaan maupun di daerah dikarenakan sarana hiburan malam sering kali
disalahgunakan sebagai wadah penggunaan dan distribusi NAPZA.
Tanggung jawab untuk membendung meluasnya penyalahgunaan NAPZA berada pada
seluruh komponen masyarakat bersama pemerintah. Tidak bisa dibebankan kepada salah
satu komponen atau pemerintah saja.
SEKALIPUN seringkali dikaitkan dengan anak-anak, sehingga dikenal istilah anak nakal,
dan adakalanya disangkutpautkan dengan orang dewasa seperti pengusaha nakal,
Doc,reading report; Kenakalan Remaja : thoyib@gmail.com
kenakalan lebih melekat pada remaja. Mencorat-coret dinding, mabal (bolos sekolah) dan
kebut-kebutan adalah jenis-jenis kenakalan yang umum dilakukan remaja kita. Dalam
dekade terakhir, kenakalan remaja cenderung sangat memprihatinkan. Media massa, baik
cetak maupun elektronik sering memberitakan aktivitas remaja yang membahayakan.
Sebut saja perkelahian secara perorangan, tawuran pelajar, mabuk-mabukan, pemerasan,
pencurian, perampokan, penganiayaan dan penyalahgunaan obat-obatan seperti
psikotropika, yang yang bisa berujung dengan kematian.
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, nakal adalah "suka berbuat kurang baik
(tidak menurut, mengganggu dsb. terutama bagi anak-anak) atau buruk kelakuan."
Juvenile deliquency atau kenakalan remaja dapat ditinjau dari empat faktor penyebab,
yakni faktor pribadi, faktor keluarga yang merupakan lingkungan utama, maupun faktor
sekolah dan lingkungan sekitar yang secara potensial dapat membentuk perilaku seorang
remaja.
Setiap manusia dilahirkan dalam keadaan suci bimbingan orang tua yang bertanggung
jawab dapat mengantar individu manusia menerima hidayah Allah sehingga potensi
kemalaikatan yang ada dalam dirinyalah yang akan berkembang. Sebaliknya, tanpa
bimbingan orang tua, tidak mustahil justru potensi kebinatangan yang ada dalam diri
individullah yang akan muncul. Maka berbagai sifat keji (ahlaqul madzmumah) seperti
pemarah, tamak, dengki, pendendam, tidak sabaran, sombong dan tidak amanah
seumpamanya yang akan berkembang dan melekat pada pribadi yang bersangkutan. Hal
ini berlaku karena individu tersebut telah dikuasai oleh naluri agresif dan tidak rasional
yang mewakili nafsu kebinatangan, serta pengalaman yang diterima sejak kecil. Sifatsifat
tidak baik itu mungkin telah muncul sejak individu masih anak-anak dan kemudian
tambah diperkuat ketika yang bersangkutan memasuki masa remaja.
Pada tahap perkembangan awal sebagian besar waktu anak pada umumnya dihabiskan di
lingkungan rumah atau dalam pengawasan keluarga. Ini berarti bahwa perkembangan
mental, fisik dan sosial individu ada di bawah arahan orang tua atau terpola dengan
kebiasan yang berlaku dalam rumah tangga. Dengan demikian jika seorang remaja
menjadi nakal atau liar maka kemungkinan besar faktor keluarga turut memengaruhi
keadaan tersebut. Kondisi keluarga yang dapat menyumbang terhadap terjadinya
kenakalan anak adalah kurangnya perhatian yang diberikan orang tua, serta kurangnya
penghayatan dan pengamalan orang tua/keluarga terhadap agama.
Sekolah merupakan lingkungan belajar kedua yang berkontribusi terhadap keberhasilan
dan ketidakberhasilan, dengan salah satu indikator kenakalan, anak. Faktor sekolah yang
berkontribusi terhadap kenakalan remaja antara lain disiplin sekolah yang longgar,
ketidakacuhan guru dan pengelola sekolah terhadap masalah siswa di luar urusan sekolah,
serta tidak lancarnya komunikasi antara guru dan orang tua yang menyebabkan kecilnya
peran orang tua dalam kemajuan pendidikan anaknya.
Faktor lingkungan merujuk kepada peranan masyarakat, multimedia dan berbagai
fasilitas, seperti pusat-pusat hiburan yang menyediakan pelbagai produk yang bisa
Doc,reading report; Kenakalan Remaja : thoyib@gmail.com
menumbuhkan dan meningkatkan rangsangan seksual dan nafsu hewani . Aktivitas
lingkungan yang menyumbang terhadap kenakalan remaja antara lain pergaulan bebas di
antara pria dan wanita, sikap permisif yang ditunjukkan masyarakat, munculnya pusatpusat
hiburan serta pertunjukan musik yang mengumbar birahi serta tayangan kekerasan
dan pornografi.
Pada praktiknya kontribusi keempat faktor tersebut berbeda-beda dalam berbagai kasus
kenakalan remaja. Sekalipun demikian jika seorang remaja terjatuh dalam kenakalan,
maka orang tualah yang memiliki tanggung jawab terbesar. Ketimbang menyalahkan
pihak lain, orang tua pulalah hendaknya yang mengambil inisiatif memperbaikinya.
Dalam keadaan demikian seyogianya orang tua: 1) dapat memaafkan dan berlaku adil
terhadap anak. 2) Tidak terlalu menampakkan kekecewaan dan dapat menerima anak apa
adanya. 3) Memberi pertolongan dan membimbing dengan sabar, lemah lembut dan
penuh kasih sayang. 4) Meminta pendapat remaja yang bersangkutan tentang bagaimana
mencari solusi masalah yang sedang dihadapi.
Berjaga-jaga dengan memberikan pendidikan agama sejak dini, selalu lebih baik dari
pada mengobati. Sebelum atau sekurang-kurangnya pada saat memohon dianugerahi anak
saleh, kita seyogianya siap menjadi orang tua yang saleh. Orang tua yang saleh adalah
pria yang mampu menjadi pemimpin buat istri dan anak-anaknya. Ibu yang selalu
berusaha menyiapkan surga bagi anak-anaknya di telapak kakinya.
Orang tua yang siap memberikan teladan buat putra putrinya dan orang tua yang
bertanggung jawab terhadap kebahagiaan dunia akhirat anak-anaknya."Setiap saat bayi
terlahir dalam keadaan suci, terpulang kepada orang tuanyalah untuk meyahudikannya
atau menasranikannya (Hadis Riwayat Bukhari).
Kalo berani satu lawan satu! Itu ungkapan spontan setelah membaca rubrik tawuran
antar-pelajar, mahasiswa, bahkan pejabat teras ataupun aksi yang kini marak
dikategorikan sebagai tindakan premanisme. Di antara rubrik itu, ada persamaan yang
jelas terlihat. Pelaku yang terlibat umumnya kaum adam.
Jelas, jika ungkapan itu sangat lazim diucapkan. Tapi persamaan lainnya, mereka
umumnya golongan remaja. Tapi bagaimana jika pelakunya kaum hawa? Seperti kasus
penganiayaan terhadap Ica, siswi SMUN 7 yang tengah diusut. Yang menarik dari kasus
ini, korban dan pelaku adalah kaum hawa yang konon sering dikategorikan sebagai kaum
yang lemah, Juga Cliff Muntu, Praja IPDN yang tengah diusut juga.
Sebenarnya itu bukan hal baru . Penganiayaan itu lebih beken disebut salah satu tindakan
penggencetan. Penggencetan itu sendiri tidak hanya dilakukan dengan kontak fisik, tapi
bisa hanya dengan teguran keras, atau teror lewat sms atau media lainnya.
Tidak bisa dipungkiri, hal itu sudah menjadi tradisi dari senior kepada junior yang
dilakukan karena banyak alasan. Mulai dari alasan yang jelas sampai alasan yang lucunya
tidak disebutkan si senior sampai kapanpun. Ya.. seperti tayangan di sinetron remaja
yang lagi "in" sekarang ini.
Doc,reading report; Kenakalan Remaja : thoyib@gmail.com
Hal yang terjadi saat tawuran, sebenarnya perilaku agresi dari seorang individu atau
kelompok. Agresi itu sendiri menurut Murray (dalam Hall & Lindzey, Psikologi
kepribadian, 1993) didefinisikan sebagai suatu cara untuk melawan dengan sangat kuat,
berkelahi, melukai, menyerang, membunuh, atau menghukum orang lain. Atau
singkatnya agresi tindakan yang dimaksudkan untuk melukai orang lain atau merusak
milik orang lain.
Menurut Raymond Tambunan, Psi, dalam pandangan psikologi, perkelahian yang
melibatkan pelajar usia remaja digolongkan sebagai salah satu bentuk kenakalan remaja
(juvenile deliquency). Kenakalan remaja dalam hal perkelahian, dapat digolongkan ke
dalam dua jenis delikuensi, yaitu situasional dan sistematik.
Pada delikuensi situsional, perkelahian terjadi karena adanya situasi yang mengharukan
mereka untuk berkelahi. Sedangkan pada delikuensi sistematik, para remaja yang terlibat
perkelahian itu berada dalam satu geng atau organisasi. Di sini ada norma, aturan, dan
kebiasaan tertentu yang harus diikuti anggota termasuk berkelahi.
Sebagai anggota mereka bangga melakukan apa yang diharapkan. Kejadian itu berkaitan
dengan emosinya yang dikenal dengan masa strom dan stress. Dipengaruhi lingkungan
tempat tinggal, keluarga, dan teman sebaya serta semua kegiatan sehari-hari.
Memotivasi diri
Goleman (1997) mengatakan, koordinasi suasana hati inti dari hubungan sosial yang
baik. Seorang yang pandai menyesuaikan diri atau dapat berempati, ia memiliki tingkat
emosionalitas yang baik. Kecerdasan emosional lebih untuk memotivasi diri, ketahanan
dalam menghadapi kegagalan, mengendalikan emosi dan menunda kepuasan, serta
mengatur keadaan jiwa.
Lima wilayah kecerdasan emosional sebagai pedoman setiap individu, untuk mencapai
kesuksesan dalam kehidupan sehari-hari. Yakni mengendali emosi, kesadaran diri dalam
mengenali perasaan ketika perasaan itu terjadi sebagai dasar kecerdasan emosi, sehingga
kita bisa peka pada perasaan sesungguhnya dan tepat dalam pengambilan keputusan
masalah.
Mengelola emosi, berarti menangani perasaan agar perasaan terungkap dengan tepat
memotivasi diri mengenali emosi orang lain empati atau mengenal emosi orang lain,
dibangun berdasar pada kesadaran diri. Orang yang tidak mampu menyesuaikan diri
dengan emosi sendiri, dapat dipastikan tidak akan mampu menghormati perasaan orang
lain.
Membina hubungan dengan orang lain, sebagai makluk sosial, individu dituntut dapat
menyelesaikan masalah dan mampu menampilkan diri, sesuai aturan yang berlaku.
Karena itu remaja agar memahami dan mengembangkan keterampilan sosialnya.
Doc,reading report; Kenakalan Remaja : thoyib@gmail.com
Kegagalan remaja dalam menguasai keterampilan sosial akan menyebabkan ia sulit
meyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar. Sehingga timbul rasa rendah diri, dikucilkan
dari pergaulan, cenderung berperilaku normatif (misalnya, asosial ataupun anti-sosial).
Bahkan lebih ekstrem biasa menyebabkan terjadinya gangguan jiwa, kenakalan remaja,
tindakan kriminal, tindakan kekerasan, dsb.
Beberapa aspek yang menuntut keterampilan sosial (dalam Davis dan Forsythe, 1984).
Yaitu keluarga, hal yang paling penting diperhatikan orang tua, menciptakan suasana
demokratis dalam keluarga. Sehingga remaja dapat menjalin komunikasi yang baik
dengan orang tua dan saudara.
Lingkungan, pengenalan lingkungan lebih luas dari keluarga. Kepribadian, diberikan
penanaman sejak dini, nilai-nilai yang menghargai harkat dan martabat orang lain tanpa
mendasarkan pada hal fisik seperti materi dan penampilan. Rekreasi, pergaulan dengan
lawan jenis, pendidikan, persahabatan dan solidaritas kelompok.
Remaja diajarkan lebih memahami diri sendiri (kelebihan dan kekurangannya), agar ia
mampu mengendalikan dirinya. Sehingga dapat bereaksi secara wajar dan normatif,
dibiasakan untuk menerima orang lain, tahu dan mau mengakui kesalahannya.
Dengan cara itu remaja tidak akan terkejut menerima kritik atau umpan balik dari sekitar,
mudah bersosialisasi, memiliki solidaritas tinggi, diterima di lingkungan lain. Sehingga
akan mampu membantu menemukan dirinya sendiri dan mampu berperilaku sesuai
norma yang berlaku.
Kenakalan remaja semakin menunjukkan kompleksitas akar permasalahannya sehingga
diperlukan suatu ancangan teoretik (theoretical approach) yang cukup komprehensif
untuk memahaminya guna menemukan langkah pemecahan yang lebih efektif. Tulisan
ini dimaksudkan untuk memperoleh ancangan teoretik yang lebih komprehensif tersebut
dengan mencari kaitan logis dan dinamis dari sembilan ancangan teoretik yang sering
diacu untuk menerangkan fenomena kenakalan remaja (pemahaman self, paradigma
juvenile delinqency, krisis identitas, teori imitasi, internalisasi-sosialisasi-identifikasi,
value expectation, teori massa, teori alienasi, dan pandangan modernisasi.
Gagasan Analisa :
Prinsip-Prinsip Efisiensi Perilaku Individu untuk Kehidupan yang Sukses
Sukses pada dasarnya adalah pencapaian sesuatu tujuan yang dengan segala daya upaya
diperjuangkan seseorang sehingga sungguh-sungguh terwujud. Hidup sukses adalah
hidup seseorang yang sungguh-sungguh mencapai tujuan yang didambakannya dengan
diiringi kepuasan batin dan kesehatan fisik-mental serta prospek pengembangan diri yang
seluas mungkin. Kepuasan batin berarti perasaan bahagia dalam diri seseorang tanpa
adanya kerisauan, ketakutan atau pertentangan batin. Kesehatan menurut Organisasi
Kesehatan Dunia (World Health Organization) adalah suatu keadaan sejahtera jasmaniah,
rohaniah maupun sosial dan bukan semata-mata ketiadaan penyakit dan kelemahan.
Sedang pengembangan diri yang selengkapnya meliputi segi-segi fisik, sosial, emosional,
intelektual, moral, dan spiritual. Kalau hidup ini diterima sebagai suatu kurnia yang baik,
Doc,reading report; Kenakalan Remaja : thoyib@gmail.com
pengalaman yang indah, dan kenyataan yang benar, maka setiap orang perlu berusaha
mencapai suatu hidup yang sukses. Dengan demikian, segenap potensi kemampuan yang
tertanam pada setiap orang (misalnya kemampuan berpikir, berkemauan, bercitarasa)
tidaklah tersia-siakan. Demikian pula, dapatlah berkembang sepenuhnya empat dimensi
pokok hidup manusia berupa: berada (to be), mengetahui (to know), berbuat (to do), dan
memiliki (to have).
Penggunaan Bibliokonseling sebagai Salah Satu Strategi Membantu Klien
Konseling sebagai teknologi bantuan kemanusiaan memerlukan strategi yang tepat agar
subjek layanan memperoleh manfaat bagi dirinya. Bibliokonseling merupakan salah satu
strategi bantuan dengan menggunakan informasi dalam bahan pustaka. Strategi ini dapat
dimanfaatkan untuk membantu siswa meningkatkan prestasi belajar, mengubah konsep
diri, memodifikasi sikap sosial, meningkatkan kesehatan dan sebagainya. Dalam
kerangka itu, konselor perlu mengembangkan bibliokonseling yang sudah dirancang itu
dapat disajikan dengan teknik kelola sendiri, kontak minimal, kelola-konselor, dan arahan
konselor. Pelaksanaannya, tentu saja, memperhatikan prinsip seperti kebenaran dan
keberdayaan informasi, keefisienan, kemanfaatan, keaktifan klien, dan kemenarikan.
Urgensi Pemberian Layanan Bimbingan dan Konseling untuk Siswa Luar Biasa di
Sekolah Luar Biasa
Siswa luar biasa sebagai bagian integral dari siswa pada umumnya memiliki berbagai
jenis kebutuhan untuk tetap aksis dalam kehidupan di masyarakat. Dalam usaha untuk
memenuhi kebutuhannya, siswa luar biasa juga mengalami kesulitan seperti halnya
kesulitan yang dialami oleh siswa pada umumnya di sekolah biasa. Akan tetapi tingkat
kesulitan pemenuhan kebutuhan siswa luar biasa lebih tinggi ketimbang dengan tingkat
kesulitan pemenuhan kebutuhan siswa biasa sebagai akibat dari keluarbiasaan yang
diderita. Untuk membantu mengatasi kesulitan siswa luar biasa tersebut, maka pemberian
layanan bimbingan dan konseling di sekolah luar biasa sangat urgen untuk dilakukan.
Alat Penilaian Kemampuan Konselor Mengelola Konseling Behavioral
Bimbingan dan konseling merupakan proses bantuan yang diberikan kepada siswa dalam
upaya menemukan pribadi, mengenal lingkungan, dan merencanakan masa depan.
Konselor sebagai petugas profesional mempunyai tugas, tanggung jawab, wewenang, dan
hak secara penuh dalam pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling terhadap
sejumlah siswa. Sebagai helper ia bertugas sangat berat, sekalipun sudah dibekali
wawasan dan ketrampilan ini pun belum cukup menjamin keterlaksanaan program
bimbingan dan konseling secara efisien dan efektif. Sehubungan dengan keterlaksanaan
layanan konseling khususnya, para konselor banyak mengalami kerisauan terhadap hasil
bantuan yang diberikan kepada siswa/kliennya. Ia merasa kurang yakin apakah
perubahan perilaku, sikap, pikiran, dan perasaan klien itu dari hasil intervensi konseling?
Selama konselor belum berupaya mencari solusi kesulitan yang dialaminya maka
perasaan-perasaan tersebut senantiasa mengganggu. Melalui tulisan ini dicobatawarkan
salah satu alat atau instrumen yang memadai untuk mengevaluasi kemampuan atau
ketrampilan para konselor maupun calon konselor dalam praktik konseling.
Alat/instrumen ini memadai untuk mengevaluasi cara mengelola konseling berorientasi
Doc,reading report; Kenakalan Remaja : thoyib@gmail.com
tindakan (behavioral), disebut "Alat Penilaian Kemampuan Konselor Mengelola
Konseling Behavioral".
Kenakalan Remaja dan Upaya untuk Mengatasinya
Kenakalan remaja merupakan gejala umum, khususnya terjadi di kota-kota besar yang
kehidupannya diwarnai dengan adanya persaingan-persaingan dalam memenuhi
kebutuhan hidup, baik yang dilakukan secara sehat maupun secara tidak sehat.
Persaingan-persaingan tersebut terjadi dalam segala aspek kehidupan khususnya
kesempatan memperoleh pendidikan dan pekerjaan. Betapa kompleksnya kehidupan
tersebut memungkinkan terjadinya kenakalan remaja. Penyebab kenakalan remaja
sangatlah kompleks, baik yang berasal dari dalam diri remaja tersebut, maupun penyebab
yang berasal dari lingkungan, lebih-lebih dalam era globalisasi ini pengaruh lingkungan
akan lebih terasa. Pemahaman terhadap penyebab kenakalan remaja mempermudah
upaya-upaya yang harus dilakukan untuk mengatasinya. Upaya-upaya tersebut dapat
bersifat preventif, represif, dan kuratif. Tanggung jawab terhadap kenakalan remaja
terletak pada orangtua, sekolah, dan masyarakat, khususnya para pendidik baik yang ada
di keluarga (orangtua), sekolah (guru-guru dan para guru pembimbing) maupun para
pendidik di masyarakat, yakni para pemuka agama dan tokoh-tokoh masyarakat.
Uji Persyaratan Analisis dan Implikasinya dalam Riset Pendidikan
Statistika merupakan alat bantu untuk menyajikan data sehingga menjadi lebih informatif
dan untuk menguji hipotesis suatu penelitian. Sesuai dengan sifatnya sebagai alat bantu,
statistika tidak mengenal apakah angka yang dianalisis itu mempunyai arti atau tidak.
Setiap angka yang masuk akan keluar hasil analisisnya. Penelitian pendidikan merupakan
kelompok penelitian bidang ilmu-ilmu sosial yang kegunaannya lebih praktis dan penting
dalam kehidupan manusia. Dalam perannya yang tidak diragukan, maka penelitian
pendidikan dituntut memiliki kualifikasi yang memadai. Kualifikasi itu sebagian
ditentukan oleh kualitas dan analisis data. Dalam analisis itulah peneliti harus berhati-hati
termasuk di antaranya peneliti harus memperhatikan asumsi yang disyaratkan oleh teknik
analisis tertentu. Dalam kajian ini penulis mencoba mengemukakan pentingnya uji
asumsi dan seberapa jauh peneliti harus memperhatikan.
Kenakalan Remaja, Peran Orang Tua, Guru dan Lingkungan

Sebenarnya menjaga sikap dan tindak tanduk positif itu tidak hanya tanggung jawab para guru dan keluarganya, tetapi semua orang, Guru yang selalu mengusahakan keluarganya menjadi garda terdepan dalam memberikan pendidikan dengan sebuah contoh, adalah cerminan komitmen dan pendalaman makna dari seorang guru. Sang guru harus berusaha agar keluarganya baik dan tidak korupsi agar ia dapat mengajari kepada murid-muridnya yang merupakan remaja generasi penerus bangsa memiliki moral dan ahlak baik dan tidak korupsi, berusaha tidak berbohong agar murid-muridnya sebagai remaja yang baik tidak menjadi pendusta, tidak terjaebak dalam kenakalan remaja.

Guru adalah profesi yang mulia dan tidak mudah dilaksanakan serta memiliki posisi yang sangat luhur di masyarakat. Semua orang pasti akan membenarkan pernyataan ini jika mengerti sejauh mana peran dan tanggung jawab seorang guru . Sejak saya baru berusia 6 tahun hingga dewasa, orang tua saya yang merupakan seorang guru, selalu memberikan instruksi yang mengingatkan kami para anak-anaknya adalah anak seorang guru yang harus selalu menjaga tingkah laku agar selalu baik dan jangan sampai melakukan sebuah kesalahan . Seberat itukah, seharus itukah kami bertindak Lantas apa hubungan profesi orang tua dengan dengan anak-anaknya, apakah hanya anak seorang guru yang harus demikian ?.

Peran guru tidak hanya sebatas tugas yang harus dilaksanakan di depan kelas saja, tetapi seluruh hidupnya memang harus di dedikasikan untuk pendidikan. Tidak hanya menyampaikan teori-teori akademis saja tetapi suri tauladan yang digambarkan dengan perilaku seorang guru dalam kehidupan sehari-hari.

Terkesannya seorang Guru adalah sosok orang sempurna yang di tuntut tidak melakukan kesalahan sedikitpun, sedikit saja sang guru salah dalam bertutur kata itu akan tertanam sangat mendalam dalam sanubari para remaja. Jika sang guru mempunyai kebiasaan buruk dan itu di ketahui oleh sang murid, tidak ayal jika itu akan dijadikan referensi bagi para remaja yang lain tentang pembenaran kesalahan yang sedang ia lakukan, dan ini dapat menjadi satu penyebab, alasan mengapa terjadi kenakalan remaja.

Sepertinya filosofi sang guru ini layak untuk di jadikan filosofi hidup, karena hampir setiap orang akan menjadi seorang ayah dan ibu yang notabenenya merupakan guru yang terdekat bagi anak-anak penerus bangsa ini. Akan sulit bagi seorang ayah untuk melarang anak remajanya untuk tidak merokok jika seorang ayahnya adalah perokok. Akan sulit bagi seorang ibu untuk mengajari anak-anak remaja untuk selalu jujur, jika dirumah sang ibu selalu berdusta kepada ayah dan lingkungannya, atau sebaliknya. jadi bagaimana mungkin orang tua melarang remaja untuk tidak nakal sementara mereka sendiri nakal?

Suatu siang saya agak miris melihat seorang remaja SMP sedang asik mengisap sebatang rokok bersama adik kelasnya yang masih di SD, itu terlihat dari seragam yang dikenakan dan usianya memang terbilang masih remaja. Siapa yang harus disalahkan dalam kasus ini. Apakah sianak remaja tersebut, sepertinya tidak adil kalau kita hanya menyalahkan si anak remaja itu saja, anak itu terlahir bagaikan selembar kertas yang masih putih, mau jadi seperti apa kelak di hari tuanya tergantung dengan tinta dan menulis apa pada selembar kertas putih itu . Orang pertama yang patut disalahkan mungkin adalah guru, baik guru yang ada di rumah ( orang tua ), di sekolah ( guru), atau pun lingkungannya hingga secara tanpa disadari mencetak para remaja tersebut untuk melakukan perbuatan yang dapat digolongkan ke dalam kenakalan remaja.

Peran orang tua yang bertanggung jawab terhadap keselamatan para remaja tentunya tidak membiarkan anaknya terlena dengan fasilitas-fasilitas yang dapat menenggelamkan si anak remaja kedalam kenakalan remaja, kontrol yang baik dengan selalu memberikan pendidikan moral dan agama yang baik diharapkan akan dapat membimbing si anak remaja ke jalan yang benar, bagaimana orang tua dapat mendidik anaknya menjadi remaja yang sholeh sedangkan orang tuanya jarang menjalankan sesuatu yang mencerminkan kesholehan, ke masjid misalnya. Jadi jangan heran apabila terjadi kenakalan remaja, karena sang remaja mencontoh pola kenakalan para orang tua

Tidak mudah memang untuk menjadi seorang guru. Menjadi guru diharapkan tidak hanya didasari oleh gaji guru yang akan dinaikkan, bukan merupakan pilihan terakhir setelah tidak dapat berprofesi di bidang yang lain, tidak juga karena peluang. Selayaknya cita-cita untuk menjadi guru didasari oleh sebuah idealisme yang luhur, untuk menciptakan para remaja sebagai generasi penerus yang berkualitas.

Sebaiknya Guru tidak hanya dipandang sebagai profesi saja, tetapi adalah bagian hidup dan idialisme seorang guru memang harus dijunjung setinggi-tingginya. Idealisme itu seharusnya tidak tergantikan oleh apapun termasuk uang. Namun guru adalah manusia, sekuat-kuatnya manusia bertahan dia tetaplah manusia, jika terpaan cobaan itu terlalu kuat manusia juga dapat melakukan kesalahan.

Akhir akhir ini ada berita di media masa yang sangat meruntuhkan citra sang guru adalah berita tentang pencabulan Oknum guru terhadap anak didiknya. Kalau pepatah mengatakan guru kencing bediri murid kencing berlari itu benar, berarti satu orang guru melakukan itu berapa orang murid yang lebih parah dari itu, hingga akhirnya menciptakan pola kenakalan remaja yang sangat tidak ingin kita harapkan.

Gejala-gejala ini telah menunjukan kebenarannya. Kita ambil saja kasus siswa remaja mesum yang dilakukan oleh para remaja belia seperti misalnya kasus-kasus di remaja mesum di taman sari Pangkalpinang ibukota provinsi Bangka Belitung, lokasi remaja pacaran di bukit dealova pangkalpinang, dan remaja Ayam kampus yang mulai marak di tambah lagi foto-foto syur remaja SMP jebus, ini menunjukkan bahwa pepatah itu menujukkan kebenarannya.

Kerja team yang terdiri dari orang tua (sebagai guru dirumah), Guru di sekolah, dan Lingkungan (sebagai Guru saat anak-anak, para remaja bermain dan belajar) harus di bentuk. diawali dengan komunikasi yang baik antara orang tua dan guru di sekolah, pertemuan yang intensif antara keduanya akan saling memberikan informasi yang sangat mendukung bagi pendidikan para remaja. Peran Lingkungan pun harus lebih peduli, dengan menganggap para remaja yang ada di lingkungannya adalah tanggung jawab bersama, tentunya lingkungan pun akan dapat memberikan informasi yang benar kepada orang tua tentang tindak tanduk si remaja tersebut dan kemudian dapat digunakan untuk mengevaluasi perkembangannya agar tidak terjebak dalam kenakalan remaja.

terlihat betapa peran orang tua sangat memegang peranan penting dalam membentuk pola perilaku para remaja, setelah semua informasi tentang pertumbuhan anaknya di dapat, orang tuapun harus pandai mengelola informasi itu dengan benar.

Terlepas dari baik buruknya seorang guru nampaknya filosofi seorang guru dapat dijadikan pegangan bagi kita semua terutama bagi para orang tua untuk menangkal kenakalan remaja, mari kita bersama-sama untuk menjadi guru bagi anak-anak dan para remaja kita para remaja belia, dengan selalu memberi contoh kebenaran dan memberi dorongan untuk berbuat kebenaran. Sang guru bagi para remaja adalah Orang tua, guru sekolah dan lingkungan tempat ia di besarkan. Seandainya sang guru dapat memberi teladan yang baik mudah-mudahan generasi remaja kita akan ada di jalan yang benar dan selamat dari budaya "kenakalan remaja" yang merusak kehidupan dan masa depan para remaja, semoga.

2 komentar:

  1. semua ank indramayu emang gk virgin,,,,,,,,,,,,

    BalasHapus
  2. kami tidakngerti apa yang dimkasud dengan bibliokonseling. tolong dijelaskan...trimakasih..

    BalasHapus

Tolong Kritik dan Sarannya ya...