Ia mengembangkan metode dengan menempatkan sebuah perangkat pencitraan resonansi magnetik yang disebut 'fMRI' pada sejumlah partisipan. Alat itu mengukur perubahan dalam aliran darah terkait perubahan saraf di otak dan sumsum tulang belakang.
Mesin akan memindai kepala subyek setiap dua detik. Lalu mencatat bagaimana neuron menjadi aktif. Ini ditandai dengan meningkatnya aliran darah yang dihasilkan stimulasi erotis. Jadi bisa diketahui setiap wanita mengalami orgasme.
Akan ada grafik yang menunjukkan bagaimana aktivitas mental di sejumlah area di otak meningkat, ketika wanita mengalami orgasme. Area itu termasuk yang menangani respons sentuhan, emosi, memori dan kepuasan.
Meski telah memelajari lebih 25 tahun, Komisaruk terkejut dengan beberapa temuan. Ia menemukan, selama orgasme, respons kesenangan wanita bisa begitu besar hingga mampu menutup reseptor rasa sakit untuk sementara. Ia juga menemukan variasi frekuensi orgasme pada wanita dan durasi bercinta hingga mencapai kepuasan.
Komisaruk meminta responden menstimulasi diri sendiri dan mengangkat tangan ketika mencapai orgasme. Beberapa wanita mengangkat tangan beberapa kali dalam sesi tersebut, meski jedanya hanya hitungan detik. "Pembuktian bahwa wanita bisa orgasme berkali-kali dan cukup lama terbilang sukses," kata Komisaruk, seperti dikutip daribusiness.avn.com.
Ia juga menemukan, rata-rata wanita orgasme 10 hingga 15 detik. Sementara pria diperkirakan hanya enam detik. Sebagian besar wanita juga cenderung hanya membutuhkan waktu kurang dari lima menit untuk mencapai orgasme, meskipun ada juga yang membutuhkan waktu hingga 20 detik.
Penelitian ini dilakukan untuk memberikan informasi tentang kondisi normal orgasme, demi membantu wanita yang mengalami kelainan seksual. Dari penelitian diketahui satu dari tujuh wanita tidak pernah mengalami orgasme.
Dalam penelitian itu, Komisaruk menghubungkan setiap responden ke layar 'neurobiofeedback'. Ini agar mereka dapat melihat bagaimana otak bereaksi secara real time, ketika mencoba merangsang diri sendiri. Informasi tersebut juga bisa digunakan untuk memanipulasi area otak demi mencapai orgasme yang lebih baik.
Komisaruk dan timnya lalu membuat film untuk mendokumentasikan eksperimennya. Film ini diputar hanya di simposium Neuroscience 2010 di San Diego, Amerika Serikat.
by.vivanews
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tolong Kritik dan Sarannya ya...